CHIKUNGUNYA
Chikungunya
merupakan penyakit sejenis demam
virus yang disebabkan alphavirus yang disebarkan oleh
gigitan nyamuk
dari spesies Aedes aegypti.
Namanya berasal dari sebuah kata dalam bahasa Makonde
yang berarti "yang melengkung ke atas", merujuk kepada tubuh yang
membungkuk akibat gejala-gejala arthritis penyakit ini.
Pengertian Chikungunya
Chikungunya berasal dari bahasa Swahili berdasarkan gejala pada penderita, yang berarti (posisi
tubuh) meliuk atau melengkung, mengacu pada postur penderita yang membungkuk
akibat nyeri sendi hebat (arthralgia).
Nyeri sendi ini menurut lembar data keselamatan (MSDS) Kantor Keamanan Laboratorium Kanada, terutama terjadi pada lutut, pergelangan kaki serta persendian tangan
dan kaki. Selain kasus demam berdarah yang merebak di sejumlah wilayah Indonesia, masyarakat direpotkan pula dengan kasus Chikungunya.
Gejala penyakit ini termasuk demam mendadak yang mencapai 39 derajat C, nyeri pada persendian terutama sendi lutut,
pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (kumpulan
bintik-bintik kemerahan) pada kulit.
Terdapat juga sakit kepala, conjunctival injection dan sedikit fotofobia.
Penyakit ini biasanya dapat
disembuhkan dengan membatasi diri sendiri dan akan sembuh sendiri. Perawatan
berdasarkan gejala disarankan setelah terdapat tanda-tanda penyakit lain yang
lebih berbahaya.
Penyebab
Chikungunya
Aedes aegypti
merupakan penyebab chikungunya.
Penyebab penyakit ini adalah
sejenis virus, yaitu Alphavirus dan ditularkan lewat nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang sama juga menularkan
penyakit demam berdarah dengue. Meski
masih "bersaudara" dengan demam berdarah, penyakit ini tidak
mematikan. Penyakit Chikungunya disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit Chikungunya disebabkan oleh sejenis virus yang
disebut virus Chikungunya.
virus Chikungunya
ini masuk keluarga Togaviridae, genus alphavirus.
Penyakit ini pertama sekali
dicatat di Tanzania, Afrika pada
tahun 1952, kemudian di Uganda tahun 1963. Di Indonesia, kejadian
luar biasa (KLB)
Chikungunya dilaporkan pada tahun 1982, Demam Chikungunya di Indonesia dilaporkan pertama kali di Samarinda pada tahun 1973[1], kemudian berjangkit di Kuala Tungkal, Martapura, Ternate, Yogyakarta (1983), Muara Enim (1999), Aceh dan Bogor (2001).
Sebuah wabah Chikungunya ditemukan di Port Klang di Malaysia pada tahun 1999,
selanjutnya berkembang ke wilayah-wilayah lain. Awal 2001, kejadian luar biasa
demam Chikungunya terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh. Disusul Bogor bulan Oktober. Setahun kemudian, demam Chikungunya berjangkit lagi di Bekasi (Jawa Barat), Purworejo dan Klaten (Jawa
Tengah). Diperkirakan sepanjang tahun 2001-2003 jumlah kasus Chikungunya mencapai 3.918 jiwa dan tanpa
kematian yang diakibatkan penyakit ini.
Gejala
penderita Chikungunya
Gejala utama terkena penyakit
Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam
diikuti dengan linu di persendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas
adalah timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang,
ada yang menyebutnya sebagai demam tulang atau flu tulang.
Gejala-gejalanya memang mirip dengan infeksi virus dengue dengan
sedikit perbedaan pada hal-hal tertentu. virus ini
dipindahkan dari satu penderita ke penderita lain melalui nyamuk, antara lain Aedes aegypti. virus yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini akan berkembang biak di dalam
tubuh manusia. virus menyerang semua lapisan usia, baik anak-anak maupun dewasa
di daerah endemis. Secara mendadak penderita akan mengalami demam tinggi selama
lima hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima hari. Pada
anak kecil dimulai dengan demam mendadak, kulit kemerahan. Ruam-ruam merah itu
muncul setelah 3-5 hari. Mata biasanya merah disertai tanda-tanda seperti flu. Sering
dijumpai anak kejang demam. Pada anak yang lebih besar, demam biasanya diikuti
rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi pembesaran kelenjar
getah bening. Pada
orang dewasa, gejala nyeri sendi dan otot sangat dominan dan sampai menimbulkan
kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila berjalan. Kadang-kadang timbul rasa
mual sampai muntah. Pada umumnya demam pada anak hanya berlangsung selama tiga
hari dengan tanpa atau sedikit sekali dijumpai perdarahan maupun syok. Bedanya
dengan demam berdarah dengue, pada chikungunya tidak terdapat perdarahan hebat,
renjatan (shock) maupun kematian.
SARS
Sindrom Pernapasan Akut
Berat (bahasa Inggris: Severe Acute Respiratory
Syndrome, SARS) adalah sebuah jenis penyakit pneumonia. SARS pertama kali muncul pada November 2002 di
Provinsi Guangdong, Tiongkok. SARS
sekarang dipercayai disebabkan oleh virus SARS.
Sekitar 10% dari penderita SARS meninggal dunia.
Setelah Tiongkok membungkam
berita wabah SARS baik internal maupun internasional, SARS menyebar
sangat cepat, mencapai negeri tetangga Hong Kong dan Vietnam pada akhir Februari 2003, kemudian
ke negara lain dengan perantaraan wisatawan internasional. Kasus terakhir dari epidemi ini terjadi pada Juni 2003. Dalam wabah itu, 8.069 kasus
muncul yang menewaskan 775 orang.
Informasi klinis
Gejala
Mula-mula gejalanya mirip
seperti flu dan bisa mencakup: demam, myalgia, lethargy, gejala gastrointestinal, batuk, radang tenggorokan dan gejala non-spesifik lainnya. Satu-satunya gejala yang sering
dialami seluruh pasien adalah demam di atas 38 °C (100.4 °F). Sesak napas
bisa terjadi kemudian.
Gejala tersebut biasanya
muncul 2–10 hari setelah terekspos, tetapi sampai 13 hari juga pernah
dilaporkan terjadi. Pada kebanyakan kasus gejala biasanya muncul antara 2–3
hari. Sekitar 10–20% kasus membutuhkan ventilasi mekanis.
Tanda fisik
Awalnya tanda jasmani tidak
begitu kelihatan dan mungkin tidak ada. Beberapa pasien akan mengalami tachypnea dan crackle
pada auscultation.
Kemudian, tachypnea dan lethargy
kelihatan jelas.
Investigasi
Kemunculan SARS pada Sinar X di dada
(CXR) bermacam-macam bentuknya. Kemunculan patognomonic SARS tidak kelihatan
tetapi biasanya dapat dirasakan dengan munculnya lubang di beberapa bagian di
paru-paru. Hasil CXR awalnya mungkin lebih kelihatan.
Jumlah Sel darah putih dan platelet cenderung rendah. Laporan awal mengindikasikan jumlah neutrophilia
dan lymphopenia
yang cenderung relatif — disebut demikian karena angka total sel darah putih
cenderung rendah. Hasil laboaratorium lainnya seperti naiknya kadar lactate dehydrogenase, creatinine kinase dan C-Reactive protein.
Tes diagnosis
Proses indentifikasi dan sequencing'
DNA coronavirus pada 12 April 2003
berhasil memproduksi beberapa alat tes diagnosis yang sekarang sedang diuji
untuk kelayakan pakai.
Tiga kemungkinan tes
diagnosis telah tersedia, masing-masing dengan kelemahannya. Yang pertama,
sebuah tes ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) mendeteksi antibodi SARS dengan baik namun hanya dapat dilakaukan setelah 21
hari dari kemunculan gejala. Yang kedua berupa immunofluorescence assay
yang dapat mendeteksi antibodi 10 hari setelah kemunculan gejala namun memakan
waktu dan tenaga karena membutuhkan mikroskop immunofluorescence dan operator yang pengalaman.
Yang terakhir adalah tes PCR (polymerase
chain reaction)
yang bisa mendeteksi materi genetik virus SARS di darah, sputum, sampel tisu
dan stool. Tes PCR hingga kini sangat spesifik namun sangat tidak
sensitif. Artinya sebuah tes positif PCR sangat mengindikasikan si pasien
terinfeksi SARS; hasil negatif tidak berarti si pasien tidak mengidap SARS.
WHO telah mempublikasikan
petunjuk menggunakan tes diagnosis tersebut [4].
Hingga kini belum ada tes
pemeriksaan SARS yang cepat dan penelitian masih berjalan.
Diagnosis
Sebuah kasus SARS yang
mencurigakan adalah seorang pasien yang mengalami:
- salah
satu dari gejala-gejala termasuk demam dengan suhu 38 °C atau lebih DAN
- pernah
mengalami
- kontak dengan seseorang yang didiagnosis mengidap SARS pada
kurun waktu 10 hari terakhir ATAU
- mengunjungi salah satu dari daerah yang teridentifikasi oleh
WHO sebagai area dengan transmisi lokal SARS (daerah itu pada
10 Mei 2003 [5] adalah
sebagian kawasan Tiongkok, Hong Kong, Singapura dan provinsi Ontario, Kanada).
Sebuah kasus kemungkinan
SARS mempunyai gejala-gejala di atas berikut hasil sinar-X pada dada yang positif menderita atypical pneumonia
atau sindrom pernapasan panik.
Dengan kemajuan tes diagnosis
coronavirus yang menyebabkan SARS, WHO telah menambah kategori "SARS menurut
hasil laboratorium" untuk pasien yang sebenarnya masuk kategori
"kemungkinan" namun belum/tidak mengalami perubahan pada sinar x di
dada tetapi hasil diagnosis laboratorium positif menderita SARS menurut salah
satu dari tes yang diperbolehkan (ELISA, immunofluorescence atau PCR).
Tingkat kematian
Tingkat kematian bervariasi
di setiap negara dan organisasi peliput. Pada awal Mei, supaya konsisten dengan
metrik yang sama pada penyakit lain, WHO dan CDC AS mengutip 7%, atau jumlah kematian
dibagi dengan kasus kemungkinan, sebagai tingkat kematian SARS. Yang lainnya
lebih setuju dengan figur 15% yang didapat dari jumlah kematian dibagi dengan
jumlah yang telah sembuh atau meninggal, dengan alasan lebih mencerminkan
situasi sebenarnya secara akurat. Tatkala wabah berlanjut tingkat kematian
mancapai 10%.
Salah satu alasan mengapa
mengukur jumlah kematian sulit ialah angka infeksi dan angka kematian meningkat
pada kadar yang sama sekali berbeda. Sebuah kemungkinan penjelasan mencakup
infeksi sekunder sebagai agen penyebab penyakit (Lihat analisis Eric Lerner), tetapi apapun penyebabnya, angka kematian sudah pasti akan berubah.
Kematian berdasarkan grup
usia terhitung 8 Mei 2003 adalah di bawah 1% untuk orang usia 24 atau lebih
muda, 6% untuk mereka yang berusia 25-44, 15% pada usia 45-64 dan lebih dari
50% untuk yang berusia lebih dari 65. [6]
Sebagai perbandingan, kasus
tingkat kematian influenza biasanya sekitar 0.6% (terutama pada
lansia) tetapi dapat naik hingga 33% pada epidemi lokal yang parah dari mutasi
baru. Tingkat kematian jenis pneumonia menular dasar sekitar 70%.
Pengobatan
Antibiotik masih belum efektif. Pengobatan SARS hingga kini masih
bergantung pada anti-pyretic, supplemen oksigen dan bantuan ventilasi.
Kasus SARS yang mencurigakan
harus diisolasi, lebih baiknya di ruangan tekanan negatif,
dengan kostum pengaman lengkap untuk segala kontak apapun dengan pasien.
Awalnya ada dukungan
anekdotal untuk penggunaan steroid dan antiviral drug ribavirin, namun tidak ada bukti yang mendukung terapi ini. Sekarang
banyak juru klinik yang mencurigai ribavirin tidak baik bagi kesehatan.
Ilmuwan kini sedang mencoba
segala obat antiviral untuk penyakit lain seperti AIDS, hepatitis, influenza dan lainnya pada coronavirus.
Ada keuntungan dari
penggunaan steroid dan immune system modulating agent lainnya pada
pengobatan pasien SARS yang parah karena beberapa bukti menunjukkan sebagian
dari kerusakan serius yang disebabkan SARS disebabkan oleh reaksi yang
berlebihan oleh sistem kekebalan tubuh terhadap virus. Penelitian masih
berlanjut pada area ini.
Pada Desember 2004, laporan
menyebutkan para peneliti Tiongkok telah menemukan sebuah vaksin SARS
yang telah diujicoba pada 36 sukarelawan, 24 diantaranya menghasilkan antibodi virus SARS.
Level
pengetahuan etiologi sekarang
Etiologi SARS masih dipelajari. Pada 7 April 2003, WHO mengumumkan kesepakatan bahwa
coronavirus yang baru teridentifikasi adalah mayoritas agen penyebab SARS, dan
pentingnya metapneumovirus manusia (hMPV) masih belum jelas dan akan
dipelajari. [7] Kemudian pada 16 April ilmuwan Universitas Erasmus di Rotterdam, Belanda mengumumkan bahwa virus yang
menyebabkan SARS adalah betul coronavirus baru. Pada berbagai eksperimen, kera disuntik
dengan coronavirus dan hasilnya mereka menderita gejala yang sama dengan
penderita SARS manusia.
Pada 16 April 2003, WHO mengeluarkan pernyataan pers
tentang hasil penelitian di sejumlah laboratorium yang mengidentifikasikan
coronavirus sebagai penyebab resmi SARS. [8]
Pada akhir Mei 2003, studi
dari berbagai sampel binatang liar yang dijual sebagai makanan di pasar di
Guangdong, Tiongkok menunjukkan coronavirus SARS dapat diisolasikan dari musang. Ini
menunjukkan virus SARS dapat menembus pembatas spesies
dari musang; namun, hasil ini tidak pasti karena mungkin saja musang terjangkit
virus dari manusia dan bukan sebaliknya atau bahkan musang adalah semacam agen
penularan. Penelitian masih berlangsung.
Memetakan
kode genetik virus yang berhubungan dengan SARS
Pada 12 April 2003, ilmuwan yang bekerja sepanjang waktu
di Pusat Sains Genome Michael Smith di Vancouver berhasil memetakan urutan genetik
coronavirus. Riset itu menggunakan sampel dari pasien di Toronto. Peta yang
dipuji WHO karena ia adalah suatu langkah penting dalam menghadapi SARS
sekarang dipakai ilmuwan seluruh dunia melalui situs GSC. Lihat artikel virus SARS
untuk lebih lanjutnya.
Dr. Donald Low dari Rumah
Sakit Mount Sinai di Toronto mengungkapkan penemuan itu berkat "kecepatan
yang luar biasa". Sebuah tim bekerja 24 jam sehari selama enam hari.
Hingga 17 April 2003, kenaikan tingkat kematian dari pekan
sebelumnya terutama kenaikan kematian pada pasien muda yang tadinya sehat
kembali menimbulkan kepanikan akan parahnya SARS seperti di Hong Kong. Alasan kenaikan angka kematian belum dapat dijelaskan dengan
pasti. Beberapa faktor berikut berperan penting:
- Pengelompokan
statistis: Peristiwa sebuah grup kematian pada usia muda kebetulan
terjadi pada periode yang singkat. Ini hanya dapat dipastikan melalui
analisis statistis secara detail pada grup pasien yang berbeda.
- Lambatnya
presentasi: Pasien yang terdata pada stage lanjutan akan mengalami
nasib buruk. Ini telah menjadi sebuah penjelasan pada beberapa kasus.
- Drug
resistance: Ini telah dijadikan suatu penjelasan oleh seorang
Profesor virologi dari Universitas Tiongkok. Banyak masyarakat medis yang
berdebat mengenai kemanjuran ribavirin. Namun kemanjuran itu
tidak mungkin berubah drastis pada waktu singkat di penderita usia muda.
- Variasi
keparahan penyakit: Ini adalah sebuah kemungkinan yang penting. Banyak
laporan anekdotal yang menyatakan SARS lebih parah dari kelompok pasien di
Taman Amoy, Hong Kong. WHO menganggap ini sebagai sebuah faktor penting.
Salah satu alasan ialah proses lingkungan hidup berperan dalam penyebaran
virus dalam jumlah besar. Saran lainnya ialah perubahan kecil pada
coronavirus menjadikan SARS makin parah pada kelompok ini. Terekspos virus
dalam jumlah besar atau SARS yang lebih parah berdampak besar pada kaum
muda dan yang tadinya sehat. Hipotesis ini dapat diujicoba dengan
menentukan dampaknya pada kelompok ini selain juga dengan meneliti RNA
virus untuk menentukan apakah variasi kecil berhubungan dengan jenis
penyakit lain.
- Variasi
level perawatan kesehatan: Kelompok pertama berjumlah 138 pasien hanya
mempunyai tingkat kematian berjumlah 3,6%.
HIV merupakan singkatan dari Human
Immunodeficiency Virus yang artinya adalah virus yang menyerang daya tahan
tubuh manusia, sehingga system kekebalan tubuh manusia dapat menurun tajam
bahkan hingga tidak berfungsi sama sekali.
AIDS merupakan singkatan dari
Acquired Immunodeficiency Syndrome yang berarti sekumpulan gejala dan penyakit
infeksi yang timbul karena menurunnya atau rusaknya system kekebalan tubuh
seseorang.
Rata-rata perkembangan infeksi HIV
menjadi AIDS adalah 2 – 10 tahun. Dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami
AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini
pada setiap orang bervariasi. Faktor yang mempengaruhinya adalah daya tahan
tubuh untuk melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang
terinfeksi.
Penyebaran Virus HIV
Virus HIV dapat ditularkan melalui
darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal dan juga air susu ibu.
Penularan virus HIV terjadi melalui
:
- Hubungan intim (vaginal, oral
ataupun anal) dengan pengidap HIV tanpa menggunakan pengaman
- Transfusi darah atau organ
tubuh dari seseorang yang terinfeksi virus HIV/AIDS.
- Jarum suntik atau alat tindik
yang terkontaminasi.
- Antara ibu dan bayi selama
kehamilan bersalin atau menyusui.
- Kekerasan seksual, hal ini
terjadi karena pelindung tidak digunakan dan terjadi trauma fisik.
Urin dan isi saluran cerna tidak
dianggap sebagai sumber penularan kecuali apabila jelas tampak mengandung
darah. Air mata, air liur, dan keringat mungkin mengandung virus, tetapi
jumlahnya diperkirakan terlalu rendah untuk menimbulkan infeksi.
Seseorang tidak dapat terinfeksi virus HIV/AIDS dengan :
1.berjabat tangan
2.berbagai alat potong
3.berpelukan
4.minum dari mata air
5.menggunakan gelas yang sama
6.berteman dengan penderita
7.bermain bersama
8.belajar bersama
Gejala-gejala HIV/AIDS
Seperti yang telah disebutkan pada
pengertian HIV/AIDS bahwa rata-rata perkembangan infeksi virus HIV menjadi AIDS
adalah 2-10 tahun. Pada saat seseorang tersebut tidak menunjukkan gejala apapun
dan merasa sehat-sehat saja. Bahkan seseorang tersebut tidak menyadari bahwa
dirinya telah terinfeksi virus HIV.
Setelah 2-10 tahun terinfeksi
barulah timbul gejala-gejala infeksi, misalnya infeksi jamur oportunistik atau
timbulnya herpes zoster (cacar ular). Hal ini disebabkan karena jumlah sel T4
seseorang menurun dari sekitar 1000 sel per ml darah sebelum terinfeksi hingga
200 sampai 300 per ml darah setelah terinfeksi.
Namun pada kasus seseorang tersebut telah menderita AIDS, maka terjadi
gejala-gejala :
1.Demam serta berkeringat terutama pada malam hari.
2.Pembengkakan kelenjar (alat kelamin)
3.Kedinginan.
4.Rasa lelah berkepanjangan.
5.Nyeri badan
6.Penurunan berat badan secara drastic.
7.Sesak nafas dan batuk berkepanjangan.
8.Diare berkepanjangan.
9.Timbul bercak merah kebiru-biruan pada kulit.
10.Menurunnya kesadaran penderita.
Tahapan
HIV/AIDS
Pada tahun 1990, World Health
Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan
memperkenalkan system tahapan untuk pasien yang terinfeksi HIV.
Tahapan tersebut adalah sebagai
berikut :
1.Stadium I
Penyakit HIV tidak menunjukkan
gejala apapun dan tidak dikategorikan sebagai AIDS.
2.Stadium II
Meliputi manifestasi mucocutaneus
minor dan infeksi-infeksi saluran pernafasan bagian atas yang tidak
sembuh-sembuh.
3.Stadium III
Meliputi diare kronik yang tidak
jelas penyebabnya yang berlangsung lebih dari satu bulan, infeksi bakteri yang
parah, dan TBC paru-paru.
4.Stadium IV
Meliputi Toksoplasmosis pada otak,
kandidiasis pada saluran tenggorok (oesophagus), saluran pernafasan (trachea),
batang saluran paru-paru (bronchi) atau paru-paru dan sarcoma Kaposi. Penyakit
HIV digunakan sebagai indicator AIDS.
Upaya Pencegahan HIV/AIDS
Sampai saat ini belum ada
penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi HIV perlu dilakukan.
Pencegahan berarti tidak berkontak dengan cairan tubuh yang tercemar HIV.
Maka dari itu upaya pencegahannya
adalah seseorang harus :
- Melakukan abstinensi seks atau
hubungan kelamin monogamy bersama dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
- Diperiksa untuk mengetahui ada
tidaknya virus paling sedikit 6 bulan setelah hubungan kelamin terakhir
yang tidak terlindung, karena pembentukkan antibody mungkin memerlukan
waktu paling sedikit 6 bulan setelah terpajan virus HIV.
- Menggunakan kondom lateks
apabila terjadi hubungan kelamin dengan orang yang status HIVnya tidak
diketahui. Walupun dapat secara bermakna mengurangi resiko penularan HIV,
kondom lateks tidak dapat menjamin perlindungan 100% terhadap penularan
virus.
- Tidak melakukan tukar menukar
jarum suntik dengan siapapun untuk alasan apapun.
- Mencegah infeksi janin atau
bayi baru lahir. Apabila wanita hamil positif HIVnya, maka obat-obat atau antibody
anti HIV dapat diberikan selama kehamilan dan kepada bayinya setelah
lahir. Ibu yang terinfeksi jangan menyusui bayinya. Pompa payudara jangan
ditukarpakaikan.
- Serta yang paling penting
adalah dengan spiritual. Meningkatkan keimanan diri kepada Tuhan agar
tidak terjerumus kedalam pergaulan bebas.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis laboratorium dapat
dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
- Cara langsung, yaitu isolasi
virus dari sample. Umumnya dengan menggunakan mikroskop electron dan
deteksi antigen virus. Salah satu cara deteksi antigen virus adalah dengan
Polymerase Chain Reaction (PCR).
- Penggunaan PCR antara lain
untuk :
- Tes HIV pada bayi karena zat
anti dari ibu masih ada pada bayi sehingga menghambat pemeriksaan
serologis.
- Menetapkan status infeksi pada
individu seronegatif.
- Tes pada kelompok resiko
tinggi sebelum terjadi serokonversi
- Tes konfirmasi untuk HIV-2
sebab sensitivitas ELISA untuk HIV-2 rendah.
- Cara tidak langsung, yaitu
dengan melihat respons zat anti spesifik. Tes, misalnya :
- ELISA,
sensitivitasnya tinggi (98,1-100%). Biasanya memberikan hasil positif
2-3 bulan sesudah terinfeksi. Hasil positif harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan Western blot.
- Western
Blot, spesifisitas tinggi (99,6-100%). Namun, pemeriksaan ini cukup
sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Mutlak diperlukan
untuk konfirmasi hasil pemeriksaan ELISA positif.
- Immunofluorescent
assay (IFA).
- Radioimmunopraecipitation
assay (RIPA).
Terapi Untuk Penderita HIV / AIDS
Sampai saat ini belum ditemukan
pengobatan yang memungkinkan seseorang sembuh dari infeksi virus HIV. Tetapi
pengobatan ini hanya mampu untuk menghambat pertumbuhan virus HIV.
Yaitu dengan :
- Obat-obat anti HIV, misalnya
azidotimidin (AZT), yang menghambat enzim reverse transcriptase dan
tampaknya efektif untuk menurunkan jumlah infeksi yang diidap pasien AIDS.
- Pendidikan untuk menghindari
alcohol dan obat-obatan serta merokok.
- Menghindari infeksi lain,
karena infeksi tersebut dapat mengaktifkan sel T dan dapat mempercepat
replikasi HIV.
- Terapi untuk kanker dan infeksi
spesifik apabila penyakit-penyakit tersebut muncul.
· Bagaimana HIV menjadi AIDS?
Diperbaharui terakhir: 2009-06-15
Ada beberapa Tahapan ketika mulai
terinfeksi virus HIV sampai timbul gejala AIDS:
1. Tahap 1: Periode Jendela
- HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV dalam
darah
- Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
- Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini
- Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu - 6 bulan
2. Tahap 2: HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:
- HIV berkembang biak dalam tubuh
- Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
- Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk
antibody terhadap HIV
-Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya
(rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek)
3. Tahap 3: HIV Positif (muncul gejala)
- Sistem kekebalan tubuh semakin turun
- Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar
limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll
- Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya
4. Tahap 4: AIDS
- Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah
- berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah
PENYAKIT CVPD (Citrus Vein Phloem
Degeneration) PADA TANAMAN JERUK
Jeruk termasuk jenis buah-buahan yang digemari oleh masyarakat dan memiliki
kapasitas dalam menunjang perbaikan gizi masyarakat karena kandungan vitamin
C-nya cukup tinggi dan dikonsumsi baik dalam bentuk segar (sebagai buah meja)
maupun olahan (jus dan sirup).
Salah satu faktor pembatas dalam pengembangan tanaman jeruk yaitu adanya
organisme pengganggu tanaman (OPT) termasuk penyakit CVPD (
Citrus Vein
Phloem Degeneration). Untuk menjaga kelangsungan dan kualitas hidup
tanaman jeruk, perlu adanya perhatian khusus terhadap penyakit CVPD, terutama
pada kebun-kebun jeruk yang masih bebas CVPD, karena pengendalian penyakit
tersebut jika sudah ada dipertanaman sangat sulit dilakukan. Oleh karena itu,
pengenalan penyakit CVPD dan upaya pengendaliannya sangat penting bagi petugas
lapangan maupun petani agar kehadiran CVPD dan serangga vektornya pada tanaman
jeruk dapat diketahui lebih dini. Dengan demikian, penyebarannya dapat
dibatasi.
A. GEJALA PENYAKIT CVPD
1. Gejala Luar
Pada tanaman muda gejala yang nampak
yaitu adanya kuncup yang berkembang lambat, pertumbuhan mencuat ke atas dengan
daun-daun kecil dan belang-belang kuning. Tanaman biasanya menghasilkan buah
berkualitas rendah.
Pada tanaman dewasa, gejala yang
sering tampak adalah cabang yang daun-daunnya kuning dan kontras dengan cabang
lain yang daun-daunnya masih sehat. Gejala ini dikenal dengan sebutan greening
sektoral. Daun pada cabang-cabang yang terinfeksi menjorok ke atas seperti
sikat. Gejala lain adalah daun berukuran lebih sempit, lancip dengan warna
kuning di antara tulang daun. Gejala-gejala ini mirip dengan gejala defisien
Zn. Apabila gejala tersebut disebabkan oleh defisiensi Zn dalam tanah, seluruh
tanaman didalam kebun yang sama biasanya akan menunjukkan gejala. Penyebaran
gejala yang tidak merata merupakan indikator yang sangat penting bagi adanya
penyakit CVPD. Selama musim hujan, gejala defisiensi Zn biasanya tidak begitu
tampak.
Buah pada cabang-cabang terinfeksi
biasanya tidak dapat berkembang normal dan berukuran kecil, terutama pada
bagian yang tidak terkena cahaya matahari. Pada pangkal buah biasanya muncul
warna orange yang berlawanan dengan buah-buah sehat. Buah-buah yang terserang
rasanya masam dan bijinya kempes, tidak berkembang dan berwarna hitam.
2. Gejala Dalam
Pada irisan melintang tulang tengah
daun jeruk berturut-turut dari luar hingga ketengah daun akan terlihat
jaringan-jaringan epidermis, kolenkim, sklerenkim dan floem. Menurut
Tirtawidjaja (1964) gejala dalam pada tanaman jeruk yang terkena CVPD adalah:
- ·Floem tulang daun tanaman
sakit lebih tebal dari floem tulang daun tanaman sehat.
- ·Pada floem tulang daun tanaman
sakit terdapat sel-sel berdinding tebal yang merupakan jalur-jalur mulai
dari dekat sklerenkim sampai dekat xilem. Dinding tebal tersebut adalah
beberapa lapis dinding sel yang berdesak-desakan.
- ·Didalam berbagai jaringan
dalam daun terjadi pengumpulan secara berlebihan butir- butir halus zat
pati.
B. PENYEBAB PENYAKIT CVPD
Berdasarkan hasil identifikasi
terakhir dilaporkan bahwa penyakit CVPD disebabkan oleh bakteri Liberobacter
asiaticum yang hidup dan hanya berkembang pada jaringan floem, akibatnya
sel- sel floem mengalami degenerasi sehingga menghambat tanaman menyerap
nutrisi. Walaupun terdapat di floem, tetapi penyebarannya di bagian tanaman
cukup lambat. Penyakit CVPD dapat ditemukan pada semua jenis jeruk yang
terdapat di Indonesia.
D. BIOEKOLOGI
Bakteri patogen mempunyai bentuk
pleomorpik (beberapa bentuk). Bentuk batang panjang yang sedang tumbuh
berukuran 100-250 x 500-2.500 nm, yang berbentuk sperical (membulat)
diameternya 700-800 nm. Bakteri ini tidak dapat dikulturkan. L.
asiaticum hidup di dalam jaringan floem, mengakibatkan sel-sel floem
mengalami degenerasi sehingga menghambat tanaman menyerap nutrisi. Penyebaran
ke bagian tanaman lain tergolong lambat, meskipun bakteri hidup dalam
floem. Gejala baru terlihat 4-6 bulan setelah tanaman terinfeksi. Bahkan di
lapangan, gejala terlihat jelas setelah 1-3 tahun. Penyebaran CVPD antar daerah
atau kebun (secara geografis) biasanya melalui mata-tempel atau bibit
terinfeksi, sedangkan penyebaran di dalam kebun antar tanaman melalui
serangga kutu loncat (Diaphorina citri) atau mata-tempel yang
terinfeksi. Tipe hubungan patogen dalam tubuh serangga pembawa (vektor)
bersifat persisten, sirkulatif dan non propagatif, artinya jika vektor
CVPD telah mengandung L. asiaticum maka bila kondisinya ideal selama
hidupnya akan terus mengandung bakteri, tetapi tidak diturunkan pada anaknya.
Kutu loncat baru dapat menularkan CVPD pada tanaman sehat setelah menghisap
bakteri dari tanaman sakit minimal 48 jam kemudian menghisap tanaman sehat
selama 168-360 jam. Penularan melalui alat-alat pertanian terkontaminasi perlu
diwaspadai seperti yang dilaporkan di Thailand. Sebaran geografis penyakit ini
sangat luas terdapat pada hampir di semua sentra jeruk di Jawa, Bali, Sumatera,
Sulawesi, dan NTB. Kalimantan yang selama ini bebas, mulai dicurigai
tercemar juga. Penyakit ini ditemukan di daerah dengan ketinggian rendah
(10 m dpl.) sampai ketinggian 1.000 m dpl. Sebagian besar varietas komersial
peka terhadap penyakit ini. Varietas jeruk besar dan Konde Purworejo toleran.
Tanaman inang lain patogen CVPD
adalah anggota rutaceae seperti Poncirus tripoliata, Murraya
paniculata, swing lea glutinosa, Clausena indica, Atalantia
missionis, Triphasia aurantiola, tapak dara dan Cuscuta sp.
(dirjen tanaman pangan).
E. SERANGGA VEKTOR CVPD
Diaphorina citri disamping berperan sebagai vektor
CVPD, juga dapat menyebabkan kerusakan langsung pada tanaman jeruk. Namun
perannya sebagai vektor CVPD jauh lebih penting dibanding sifatnya sebagai
hama.
1. Tanda serangan
D. citri menyerang tangkai, kuncup bunga dan
daun, tunas serta daun-daun muda. Bagian tanaman yang terserang parah biasanya
mengering secara perlahan-lahan kemudian mati. Serangan ringan mengakibatkan
tunas-tunas muda mengeriting dan pertumbuhannya terhambat. Kutu juga
menghasilkan sekresi berwarna putih transparan berbentuk spiral, biasanya
diletakkan berserak di atas daun atau tunas.
2. Biologi dan perilaku
D. citri mempunyai tiga stadium hidup yaitu
telur, nimfa, dan dewasa. Telur berwarna kuning terang berbentuk seperti buah
alpukat, diletakkan secara tunggal atau berkelompok di kuncup permukaan
daun-daun muda, atau ditancapkan pada tangkai-tangkai daun, setelah 2-3 hari
telur menetas menjadi nimfa.
Nimfa yang baru menetas hidup
berkelompok di tunas-tunas dan kuncup untuk menghisap cairan tanaman. Setelah
berumur 2 atau 3 hari, nimfa menyebar dan menyerang daun-daun muda. Nimfa
berwana kuning sampai coklat dan mengalami 5 kali pergantian kulit. Nimfa lebih
merusak tanaman daripada kutu dewasanya. Stadium nimfa berlangsung selama 17
hari.
Pada kondisi panas siklus hidup dari
telur sampai dewasa berlangsung antara 16-18 hari, sedangkan pada kondisi
dingin berlangsung selama 45 hari. Perkawinan segera berlangsung setelah kutu
menjadi dewasa dan segera bertelur setelah terjadi perkawinan. Seekor betina
mampu meletakkan 800 butir telur selama masa hidupnya.
D.citri mampu menghasilkan 9-10 generasi
dalam 1 tahun. Stadium dewasa ditandai oleh adanya sayap sehingga mudah
meloncat apabila terkena sentuhan. Serangga dewasa berwarna coklat tua, dengan
panjang tubuh 2-3 mm. Apabila sedang menghisap cairan sel tanaman, D. citri
memperlihatkan posisi menungging. D. citri lebih aktif pada saat tanaman
jeruk dalam fase istirahat. D. citri dewasa hinggap pada daun tua dan
menghisap cairan selnya. Stadium dewasa ini bisa bertahan hidup selama 80-90
hari.
Kutu dewasa pertama yang membentuk
koloni pada awal periode pertunasan sering kali sangat infektif dan membawa
bakteri penyebab penyakit pada tunas-tunas baru. Populasi D. citri yang viruliferous
dari suatu populasi sangat bervariasi. Tingkat penularan yang sangat tinggi
ditentukan oleh ketepatan kutu menusukkan stiletnya pada tanaman sakit.
Pada kondisi alamiah, penyebaran
CVPD tergantung pada jumlah inokulum bakteri pada tanaman, kepadatan populasi
vektor, lamanya periode inoculation feeding.
F. PENGENDALIAN
Pengendalian penyakit CVPD harus
dilakukan secara terpadu. Faktot- faktor yang perlu diperhatikan dalam
penanggulangan CVPD tersebut antara lain :
1. Pengadaan dan penggunaan bibit
jeruk bebas penyakit
2. Pengendalian serangga vektor
3. Penggunaan antibiotika
oksitetrasiklin
Newcastle Disease yang di Indonesia lebih dikenal dengan Tetelo merupakan
penyakit lama yang tetap aktual untuk dikaji ulang, karena penyakit ini sangat
berbahaya dan sewaktu-waktu dapat menyerang ternak unggas.
ND merupakan masalah besar dan momok bagi dunia peternakan, karena penyakit ini
dapat menimbulkan angka kematian yang sangat tinggi (mencapai 100%) dan waktu
penyebarannya yang sangat cepat, baik pada ayam ras, ayam buras maupun jenis
unggas lainnya. Menurut para ahli, penyakit ini dapat menular pada manusia
dengan gejala klinis conjunctivitis (radang konjunctiva mata) walaupun kasusnya
sangat jarang dijumpai. Sedangkan pada unggas dan burung liar lainnya dengan
gejala klinis berupa gejala syaraf, gejala pernafasan dan gejala pencernaan.
Penyebab dan Kejadiannya
Penyakit ND disebabkanoleh virus dari famili Paramyxoviridae dengan genus
Pneumovirus atau Paramyxovirus, dimana virus ini dapat menghemaglutinasi darah.
Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Doyle pada tahun 1926 didaerah
Newcastle Inggris dan pada tahun yang sama Kraneveld menemukan virus penyakit
ini di Bogor. Kejadian penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dimana
menyerang seluruh jenis unggas termasuk burung liar. Virus penyakit ini dapat
ditemukan pada organ-organ seperti alat pernafasan, syaraf dan pencernaan.
Penyebaran
Penyebaran penyakit ini biasanya melalui kontak langsung dengan ayam yang sakit
dan kotorannya, melalui ransum, air minum, kandang, tempat ransum/minum,
peralatan lainnya yang tercemar oleh kuman penyakit, melalui pengunjung,
serangga, burung liar dan angin/udara (dapat mencapai radius 5 km). Virus ND
ditemukan dalam jumlah tinggi selama masa inkubasi sampai masa kesembuhan.
Virus ini terdapat pada udara yang keluar dari pernafasan ayam, kotoran,
telur-telur yang diproduksi selama gejala klinis dan dalam karkas selama
infeksi akut sampai kematian.
Gejala Klinis
Gejala penyakit ini dapat diamati melalui gejala pernafasan seperti
bersin-bersin, batuk, sukar bernafas, megap-megap dan ngorok; gejala syaraf
berupa sayap terkulai, kaki lumpuh (jalan terseret), jalan mundur (sempoyongan)
serta kepala dan leher terpuntir (torticoles) yang merupakan gejala khas
penyakit ini. Kemudian gejala pencernaan meliputi diare berwarna hijau,
jaringan sekitar mata dan leher bengkak, pada ayam petelur produksinya
berhenti, kalau sudah sembuh kualitas telurnya jelek, warna abnormal, bentuk
dan permukaannya abnormal dan putih telurnya encer. Hal ini disebabkan oleh
karena organ reproduksinya tidak dapat normal kembali. Umumnya kematian anak
ayam dan ayam muda lebih tinggi dibandingkan ayam tua.
Bedah Bangkai
Untuk lebih meyakinkan bahwa suatu peternakan benar atau tidanya terserang ND,
maka tindakan bedah bangkai adalah jalan terbaik dalam menegakkan diagnosa.
Pada kasus ND hasil bedah bangkai berupa gejala khas penyakit ini, yaitu adanya
bintik-bintik merah (ptechie) pada proventriculus (kantong depan ampela).
Selain itu juga terjadi perubahan pada lapisan usus berupa pendarahan dan
kematian jaringan (nekrosa). Pada organ pernafasan akan mengalami eksudasi dan
kantong udaranya menipis.
Penanggulangan
Berhubung penyakit ND disebabkan oleh virus maka sampai saat ini belum ada satu
jenis obat yang efektif dapat menyembuhkan penyakit ini. Penanggulangan
penyakit ND hanya dapat dilakukan dengan dengan tindakan pencegahan (preventif)
melalui program vaksinasi yang baik. Ada dua jenis vaksin yang dapat diberikan
yaitu vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif berupa vaksin hidup yang
telah dilemahkan, diantaranya yang banyak digunakan adalah strain Lentogenic
terutama vaksin Hitchner B-1 dan Lasota. Vaksin aktif ini dapat menimbulkan
kekebalan dalam kurun waktu yang lama sehingga penggunaan vaksin aktif lebih
dianjurkan dibanding vaksin inaktif.
Program vaksinasi harus dilakukan dengan seksama dan diperhatikan masa
kekebalan yang ditimbulkan. Vaksinasi pertama sebaiknya diberikan pada hari ke-empat
umur ayam. Vaksinasi lanjutan pada umur empat minggu, dan selanjutnya tiap
empat bulan sesuai kebutuhan.
Pemberian vaksin dapat dilakukan dengan
- cara semprot,
- tetes (mata, hidung, mulut),
- campur air minum
- suntikan.
(Dosis dan cara pemakaian masing2 silakan dilihat pada leaflet yg ada dalam
vaksin).
Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam melaksanakan vaksinasi
diantaranya :
· Vaksinasi hanya dilakukan pada ternak yang benar-benar sehat
· Vaksin segera diberikan setelah dilarutkan
· Hindari vaksin dari sinar matahari langsung
· Hindari hal-hal yang dapat menimbulkan stress berat pada ternak
· Cuci tangan dengan detergen sebelum dan sesudah melakukan vaksinasi